Kurangi Risiko DBD Parah dengan Vaksinasi
Jakarta – Spesialis anak Nunki Andria Samudra, mengatakan ketika ini masih belum ada penyembuhan khusus untuk menyembuhkan demam berdarah dengue (DBD). Pengobatan yang digunakan diberikan dokter untuk pasien DBD adalah untuk mengatasi gejala, seperti pemberian cairan infus atau penghilang nyeri.
“Oleh akibat itu, dibutuhkan pencegahan yang mana komprehensif agar kita dapat terhindar dari risiko DBD parah juga kematian,” katanya pada gelar kejuaraan wicara bertajuk “Bye Bye DBD: 3M Plus dan juga Vaksin DBD Cara Terkini Terhindar dari Demam Berdarah” yang mana diselenggarakan oleh Takeda pada Jakarta, Minggu, 27 Juli 2024.
Vaksinasi lengkap menjadi salah satu langkah krusial pada pencegahan DBD juga dapat menurunkan risiko keparahan juga rawat inap. Pencegahan inovatif vaksin DBD yang dimaksud ketika ini tersedia di Nusantara diperuntukkan bagi kelompok usia 6-45 tahun, dapat diberikan terlepas dari paparan DBD sebelumnya dan juga dapat diakses secara mandiri oleh masyarakat.
“Vaksin DBD adalah salah satu langkah krusial untuk meningkatkan perlindungan, baik bagi anak-anak maupun pendatang dewasa. Tetapi untuk mendapatkan pemeliharaan yang optimal, vaksinasi harus direalisasikan secara lengkap sesuai dosis yang dianjurkan,” jelasnya.
DBD merupakan penyakit yang mengancam jiwa kemudian disebabkan virus dengue kemudian ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti lalu Aedes albopictus. Virus dengue dapat mengakibatkan dua kondisi, yaitu demam dengue dan juga demam berdarah dengue.
Demam dengue biasanya cenderung menyebabkan gejala ringan, ditandai demam secara secara tiba-tiba dan juga berubah-ubah gejala yang dimaksud tiada spesifik, di antaranya sakit kepala bagian depan, nyeri retroorbital, nyeri tubuh, mual juga muntah, nyeri sendi, lemas, kemudian ruam. Sementara demam berdarah dengue biasanya dapat menyebabkan gejala yang dimaksud berat seperti pendarahan kulit, di antaranya yang paling umum adalah petekie serta purpura, dengan dengan pendarahan gusi, epistaksis, menoragia, serta pendarahan saluran cerna.
Orang bisa jadi terinfeksi DBD lebih tinggi dari sekali dan juga infeksi berikut berisiko lebih tinggi parah, bahkan bisa jadi berujung pada kematian. Apalagi menurut data Kementerian Kesehatan, setiap hari dua warga meninggal lantaran DBD.
“Untuk itu, kita semua perlu lebih besar waspada, teristimewa pada pagi juga sore hari ketika nyamuk biasanya menggigit, yaitu waktu ke mana kita paling aktif,” ujarnya.
Tiga fase DBD
Menurut Nunki, DBD tidak cuma kesulitan individu tetapi kesulitan komunitas. Risiko DBD lebih tinggi tinggi di area yang dimaksud padat penduduk seperti wilayah permukiman perkotaan.
“Orang yang digunakan terinfeksi dengue tiada cuma berisiko terhadap kesehatannya sendiri tetapi juga berpotensi menyebarkan virus dengue. Ketika nyamuk menggigit seseorang yang tersebut mempunyai virus dengue pada darahnya, nyamuk yang disebutkan akan terinfeksi lalu kemudian dapat menularkan virus terhadap khalayak segar melalui gigitannya. Perlu diingat bahwa dengue tidak ada dapat menyebar segera dari satu warga ke warga lainnya, nyamuk diperlukan untuk transmisi virus dengue,” jelasnya.
DBD terdiri menghadapi tiga fase, yaitu fase demam lebih tinggi ke 1-3 hari pertama, fase kritis pada hari ke-4 juga ke-5, kemudian fase penyembuhan di hari ke-6 juga ke-7. Waspada pada fase kritis akibat pasien dapat mengalami pendarahan kemudian syok yang membahayakan nyawa.
DBD memberikan dampak lalu tekanan yang dimaksud besar bagi keluarga. Ketakutan juga perasaan khawatir dikarenakan anak atau pemukim tua harus dirawat pada rumah sakit menunjukkan betapa pentingnya langkah pencegahan di menanggulangi DBD. Langkah-langkah seperti aksi 3M plus sangat membantu di meminimalkan risiko melalui pengendalian vektor nyamuk.
“Namun, cara inovatif lain untuk memberikan pemeliharaan tambahan baik juga diperlukan dipertimbangkan, salah satunya melalui vaksinasi,” tegas Nunki.
Artikel ini disadur dari Kurangi Risiko DBD Parah dengan Vaksinasi